Showing posts with label Agama. Show all posts
Showing posts with label Agama. Show all posts

Kisah Nabi Muhammad SAW

Kisah Nabi Muhammad SAW
 


Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Rasulullah SAW lahir pada Tahun Gajah yaitu tahun dimana pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah Habasyah yang tengah ingin merobohkan Ka’bah. Dengan kebesaran-Nya, Allah SWT menghentikan pasukan tersebut dengan mengirimkan burung-burung ababil untuk menjatuhkan batu-batu yang membawa wabah penyakit. Kejadian ini terdapat di Al-Quran, Surat Al Fil yang berarti pasukan gajah.

Di tahun inilah, Nabi Muhammad SAW lahir di Makkah dan dibesarkan sebagai anak yatim karena Abdullah, ayah Nabi Muhammad, wafat sebelum Rasulullah SAW lahir. Beberapa tahun setelah menghabiskan waktu dengan ibunya, Aminah, Nabi Muhammad SAW kemudian dibesarkan oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib.

Sayangnya, umur kakeknya pun juga hanya sebentar. Setelah dua tahun dibesarkan oleh kakeknya, Abdul Mutholib meninggal pada umur Rasul yang kedelapan dan Nabi diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Abu Thalib dikenal dengan orang yang dermawan walaupun hidupnya fakir atau tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Hanya dengan keadaan tersebut, Nabi Muhammad SAW dapat berkembang dan tumbuh dengan pamannya.

Nabi Muhammad SAW Mendapatkan Wahyu Pertama
Sebelum menjadi seorang Rasul, Nabi Muhammad telah mendapatkan beberapa karunia istimewa dari Allah seperti wajahnya yang bersih dan bersinar yang mengalahkan sinar bulan, tumbuh suburnya daerah tempat Halimah (ibu yang menyusui Nabi) padahal tadinya gersang dan kering, dan lain sebagainya. Itulah tanda-tanda kebesaran Allah yang menandakan akan datangnya nabi yang terakhir yang memiliki kedudukan yang tertinggi nantinya.

Pada saat Rasul ingin mendapatkan wahyu pertamanya, Rasul mendapatkan sebuah mimpi Malaikat Jibril menghampirinya. Rasul pun menyendiri di Gua Hira tepatnya di sebelah atas Jabal Nur. Disitulah Rasul diperlihatkan bahwa mimpinya adalah benar.

Malaikat Jibril pun datang kepada Rasul dan turunlah wahyu yang pertama yang ia bawakan dari Allah SWT,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ◌ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ◌ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ◌ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ◌

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq, 1-4)

Walaupun Nabi merasa ketakutan, disitulah kisal rasul dimulai. Disitulah tempat datangnya Nabi yang terakhir yang akan membawa kedamaian untuk seluruh umat.

Berdakwah secara Rahasia
Setelah mendapatkan wahyu yang pertama, Nabi kemudian melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi. Adapun orang-orang yang menjadi pengikut pertamanya adalah Khadijah, Abu Bakar Al-Shiddiq dan Zaid bin Haritsah, Ummu Aiman, Ali bin Abu Thalib, dan Bilal bin Rabah.
Allah Memerintahkan Dakwah secara Terang-terangan

Setelah beberapa tahun melakukan dakwah secara diam-diam, turunlah perintah Allah SWT dalam surat al-hijr ayat 94 dan memerintahkan Nabi untuk berdakwah secara terang-terangan.

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
 
Perintah Berzakat di Zaman Rasulullah
Pada zaman Rasulullah SAW di tahun pertama di Madinah itu, Nabi dan para sahabatnya beserta segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih dihadapkan kepada bagaimana menjalankan usaha penghidupan di tempat baru tersebut. Hal ini dikarenakan, selain memang tidak semua di antara mereka orang yang berkecukupan, kecuali Usman bin Affan, semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki juga ditinggal di Mekah.

Saat kondisi kaum Muslimin sudah mulai sejahtera, tepatnya pada tahun kedua Hijriyah, barulah kewajiban zakat diberlakukan. Nabi Muhammad SAW langsung mengutus Mu’adz bin Jabal menjadi Qadli di Yaman. Rasul pun memberikan nasihat kepadanya supaya menyampaikan kepada ahli kitab beberapa hal, termasuk menyampaikan kewajiban zakat dengan ucapan,

“Sampaikan bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada harta benda mereka, yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka,” sebagai kepala negara saat itu, ucapan Rasul langsung ditaati oleh seluruh umat muslim tanpa ada perlawanan.

Harta benda yang dizakati di zaman Rasulullah SAW yakni, binatang ternak seperti kambing, sapi, unta, kemudian barang berharga seperti emas dan perak, selanjutnya tumbuh-tumbuhan seperti syair (jelai), gandum, anggur kering (kismis), serta kurma. Namun kemudian, berkembang jenisnya sejalan dengan sifat perkembangan pada harta atau sifat penerimaan untuk diperkembangkan pada harta itu sendiri, yang dinamakan “illat”. Berdasarkan “Illat” itulah ditetapkan hukum zakat.

Prinsip zakat yang diajarkan Rasulullah SAW adalah mengajarkan berbagi dan kepedulian, oleh sebab itu zakat harus mampu menumbuhkan rasa empati serta saling mendukung terhadap sesama muslim. Dengan kata lain, zakat harus mampu mengubah kehidupan masyarakat, khususnya umat muslim.

Peristiwa Isra Mi’raj

Pada tahun kesebelas era Nabi Muhammad SAW terjadi peristiwa yang menyedihkan. Tahun ini sering disebut dengan tahun kesedihan karena pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah wafat pada tahun tersebut.

Setelah peristiwa tersebut, Allah kemudian mengutus Malaikat Jibril untuk mendampingi Rasul dalam melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang disebut dengan Isra yang dimana setelah itu Rasulullah melakukan perjalanan kembali dari Masjidil Aqsa ke langit ke tujuh yang disebut sebagai Mi’raj. Disitulah, Rasulullah mendapatkan perintah salah 5 waktu yang wajib seluruh umat Islam.

Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Pada saat sahabat Abu Bakar sedang tidak di Madinah, terjadi sebuah peristiwa yang sangat menyedihkan dimana Nabi Muhammad SAW wafat. Pada saat Abu Bakar diberitahu, beliau segera datang ke rumah Aisyah. Beliau mengucapkan pidato, “Ketahulah, barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad kin telah mati, dan barangsiapa menyembag Allah, maka sesungguhnya Allah tetap senantiapa hidup tidak aka perna mati.”

Kemudian beliau membacakan firman Allah SWT,

إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az-Zumar: 30)

Asmaul Husna

Asmaul Husna


Asmaul Husna adalah nama-nama yang baik milik Allah SWT. Secara harfiyah, pengertian Asmaul Husna adalah "nama-nama yang baik". Asmaul Husna merujuk kepada nama-nama, gelar, sebutan, sekaligus sifat-sifat Allah SWT yang indah lagi baik.

Istilah Asmaul Husna juga dikemukakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
"Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama yang baik)" (Q.S. Thaha:8).
Umat Islam dianjurkan berdoa kepada Allah sambil menyebut Asmaul Husna. Misalnya, saat seorang Muslim memohon ampunan-Nya, maka ia berdoa mohon ampun sambil menyebut "Al-Ghoffaar" (Yang Maha Pengampun) dan seterusnya.
"Katakanlah (olehmu Muhammad): Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa'ul husna (nama-nama yang terbaik)..." (Q.S Al-Israa': 110)
"Allah memiliki Asmaul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu..." (QS. Al-A'raaf : 180).
Jumlah Asmaul Husna adalah 99 nama, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, diperkuat dengan hadits riwayat Bukhari.
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam surga" (HR. Bukhari).
Daftar dan Makna Asmaul Husna
Ke-99 Asmaul Husna atau Nama-Nama yang Baik itu adalah sebagai berikut:

Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملك Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السلام Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz العزيز Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar الجبار Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir المتكبر Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئ Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-Nya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluk-Nya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluk-Nya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluk-Nya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluk-Nya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluk-Nya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Mulia
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصى Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad الاحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادر Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal الأول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir الأخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barri البر Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk مالك الملك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النور Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii البديع Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Sabar

Ada kepercayaan di sebagian kalangan tentang keutamaan (fadhilah) satu per satu nama-nama tersebut. Itu hanya karangan, tidak ada dalilnya, bahkan cenderung menjadi hal bid'ah (mengada-ada).
Umat Islam hanya diharuskan mengenali dan memahami sebagai bagian dari penguatan keimanan kepada Allah SWT, dan sering menyebutnya dalam doa. Wallahu a'lam.*

Rukun Iman dalam Agama Islam

Rukun Iman dalam Agama Islam

 

 

 

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

 

1.1        Latar Belakang Masalah

 

Beragama adalah suata bentuk keyakinan manusia terhadap berbagai hal yang yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Beragama berarti meyakini secara bulat terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan sebuah agama. Oleha keran itu, tidak ada manusia yang mengaku beragama tanpa ia meyakini apa-apa yang ditetapkan oleh agama tersebut.

Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan rukun Iman, terdiri dari enam pilar. Ke enam pilar tersebut adalah keyakinan Islam terhadap hal-hal yang “ghoib” yang hanya dapat diyakini secara transedental, sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang diluar daya nalar manusia. Rukun Iman (pilar keyakinan) ini adalah terdiri dari: 1) iman kepada Allah (Patuh dan taat kepada Ajaran Allah dan Hukum-hukumNya), 2) iman kepada Malaikat-malaikat Allah (mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta), 3) iman kepada Kitab-kitab Allah (melaksanakan ajaran Allah dalam kitab-kitabNya secara hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an), 4) iman kepada Rasul-rasul Allah (mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran), 5) iman kepada hari Kiamat (aham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan) dan 6) iman kepada Qada dan Qadar (paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta)

Enam pilar keimanan umat Islam tersebut merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa mempercayai salah satunya maka gugurlah keimanannya, sehingga mengimani ke enam rukun iman tersebut merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Oleh karena itu, penulis akan mengkaji berbagai hal yang meyangkut enam pilar keimanan tersebut, baik dalil-dalilnya maupun pengaruh keimanan tersebut terhadap kehidupan seorang muslim. Diharapkan kajian tersebut akan menambah pemahaman penulis mengenai pentingnya rukun iman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

 

1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka berikut ini rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apakah yang dimaksud dengan rukun Iman?
2.      Apakah kedudukan rukun Iman dalam agama Islam?
3.      Apakah makna rukun iman terhadap kehidupan seorang muslim?

1.3     Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang yang bertema tentang rukun Islam ini adalah:
1.      Memahami maksud dengan rukun Iman?
2.      Mengetahui kedudukan rukun Iman dalam agama Islam?
3.      Memahami makna rukun iman terhadap kehidupan seorang muslim?
1.4        Metode dan Teknik Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif analitik, yakni dengan mengungkapkan masalah-masalah yang dikaji dan kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada  dan pengetahuan penulis. Adapun teknis penulisan yang digunakan adalah kajian kepustakaan terhadap berbagai literatur aqidah.

1.5        Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I   Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan dan tujuan
Penulisan, metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab II  Pembahasan materi, yang berisi tentang pengertian, dalil-dalil dan materi rukun Iman
Bab III            Penutup, berisi kesimpulan dan saran
 
 

BAB II

RUKUN IMAN SEBAGAI PILAR KEYAKINAN UMAT ISLAM

 

2.1 Pengertian Rukun Iman

Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam, yaitu:

·         Iman kepada Allah
o    Patuh dan taat kepada Ajaran Allah dan Hukum-hukumNya
·         Iman kepada Malaikat-malaikat Allah
o    Mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta
·         Iman kepada Kitab-kitab Allah
o    Melaksanakan ajaran Allah dalam kitab-kitabNya secara hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an
o    Al-Qur'an memuat tiga kitab Allah sebelumnya, yaitu kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil
·         Iman kepada Rasul-rasul Allah
o    Mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran
·         Iman kepada hari Kiamat
o    Paham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan
·         Iman kepada Qada dan Qadar
o    Paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta

Mengenai rukun iman ini berikut dalil-dalilnya:

”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialahberiman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)

Begitu juga nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda dalam hadits Jibril: ”Iman ituadalah hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

 

2.2 Penjelasan Ringkas Tentang Rukun Iman

2.2.1 Iman Kepada Allah Ta’ala
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Mempercayai bahwa Allah itu adalah Zat (essensi) dan Ada (eksistensi) pada Allah Maha Esa itu merupakan satuan, Ada pada Allah itu bersifat mutlak, berbeda dengan eksistensi manusia bersifat nisbi. Aliran Sunni menambahkan beberapa Sifat-Ilah yang merupakan suatu kemestian, yaitu Azali (al-Qidam), kekal tanpa batas (al-Baqa), berbeda dengan setiap kebaharuan (Mukhâlafat lil Hawâdits), keberadaannya itu pada zat-Nya sendiri (Qiyâmuhu bi Nafsihi), maha esa (al-Wahdâniyat), berkemampuan tanpa batas (al-Qudrat), berkemauan tanpa hambatan (al-Irâdat), tahu atas setiap sesuatu (al-u), hidup (al-Hayt), mendengar (al-Samak), menyaksikan (al-Bashar), berbicara menurut zat-Nya (al-Kalam).

2.2.2 Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global)
 
2.2.3        Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
 
2.2.4        Iman Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
Kecuali mesti beriman terhadap Nabi Muhammad, yang merupakan bagian kedua pada Syahadatain, maka setiap Muslim diwajibkan pula mempercayai Rasul-Rasul Allah pada masa-masa sebelumnya dan memuliakannya. Di dalam kitab suci Al-Qur'an terdapat nama dua puluh lima Rasul Allah, yang satu persatunya disebutkan dengan nyata, yaitu : Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishak, Yaakub, Yusuf, Ayub, Zulkifli, Syu'aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakharia, Yahya, Isa,
            Beberapa dalil mengenai adanya rasul Allah adalah sebagai berikut:
1)      "Kami utus pada setiap ummat itu seorang Rasul", (Nahal, 16:36).
2)      "Kami tidak akan memikulkan siksa (atas sesuatu ummat) kecuali lebih dahulu Kami utus seorang Rasul," (Isra', 17:15).

2.2.5 Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

2.2.6 Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya. Allah berfirman ”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)

2.3 Pengaruh Iman terhadap Kehidupan Seorang Muslim
            Berikut ini adalah pembahasan mengenai pengaruh dan dampak keimanan seseorang muslim terhadap perilakunya sehari-hari.
a.      Pengaruh Iman Kepada Allah
Iman kepada Allah serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar, maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya, sebab ia yakin bahwa Allah itu ada. Karena itu selama iman itu ada dalam dirinya, tidak mungkin ia dapat berbuat yang tidak sesuai dengan perintah Allah.
b.      Pengaruh Iman Kepada Malaikat
Keyakinan terhadap adanya malaikat, bukan hanya sebatas mengetahui nama dan tugas-tugasnya, akan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat. Begitu juga dengan keyakinan adanya malaikat, maka seorang muslim akan senantiasa optimis dan yakin perbuatan yang baiknya tidak akan sia-sia dilakukan. Oleh karena itu iman kepada malaikat akan melahirkan sikap berhati-hati, optimis, dan dimanis, tidak mudah putus asa atau kecewa.
c.       Pengaruh Iman Kepada Kitab
Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah diberitahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan untuk melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah hidup berakhir, maka dengan pemberitahuan kitab suci manusia dapat mengatur hidupnya menyesuaikan dengan rencana Allah, sehingga manusia mempunyai masa depan yang jelas.
d.      Pengaruh Iman Kepada Rasul
Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa yang diharapkan Allah. Dengan perilaku yang dicontohkan Rasulullah, maka manusia akan mempunyai pegangan yang jelas dan lengkap mengenai berbagai tuntutan kehidupan baik yang berhubungan dengan Allah, hubungan antar manusia maupun lainnya.

e.       Pengaruh Iman Kepada Hari Akhir
Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya. Manusia tidak akan kecewa apabila di dunia ia tidak memperolah balasan dari amal perbuatannya, karena ia yakin di hari akhir ia akan memperoleh balasan apa yang ia perbuat di dunia ini. Apabila seorang muslim yakin akan hari akhir, maka ia akan terhindar dari sikap malas dan suka melamun, melainkan ia akan terus berproses dan mencari makna kehidupan
f.       Pengaruh Iman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Karena itu dalam kaitan dengan takdir ini segogjayanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah
 
BAB III
PENUTUP

3.1        Kesimpulan

a.       Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam, yaitu:man kepada Allah, Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari Kiamat, Iman kepada Qada dan Qadar,

b.      Iman kepada Allah serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar, maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya.
c.       Keyakinan terhadap adanya malaikatakan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat.
d.      Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah diberitahukan Allah dalam kitab suci.
e.       Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa yang diharapkan Allah.
f.       Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya.
g.      Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

3.2     Saran

Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari, oleha karena itu penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan takdir senantiasa harus ditingkat demi meningkatkan amal ibadah kita.

Makhrijal Huruf


MAKHRIJAL HURUF


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pendidikan agama


Dosen Pengampu: Suhendri, S.Pd.I.M.Pd


 
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur penulis haturkan kehadirat Ilahi Rabbi yang atas limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah TAJUWID dengan tema “Defenisi Makharijul Huruf.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan keharibaan Nabi besar Muhammad SAW. karena berkat beliaulah sehingga pada saat ini dapat merasakan indahnya Islam dan nikmatnya Iman.
Tak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Suhendri, S.Pd.I, M.Pd Selaku dosen pengajar yang telah memberikan arahan yang begitu berarti bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Juga kepada teman-teman yang telah membantu secara langsung atau tidak langsung dari pengumpulan bahan hingga penyelesaian.
Tak ada gading yang tak retak, penulisan sadari dalam penulisan ini tak akan pernah lepas dari kesalahan dan kekurangan, maka untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan koreksi dari bapak dosen ataupun dari teman-teman agar penulis dapat dapat lebih baik pada masa akan datang.
Bangkinang,  oktober 2017

Penulis





DAFTAR PUSTAKA

Latar Belakang………………………………………………………………………
Daftar Isi…………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Makhrijal Huruf……………………………………………………...
B. Tempat keluar huruf ( makhraj )…………………………………………………
C. Tanda Baca……………………………………………………………………….
D. Tanda Wakaf ( berhenti )………………………………………………………...
E. Hukum Bacaan…………………………………………………………………...
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………
B. Saran……………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebelum kita masuk pada pokok pembahsan kita, lebih biak kita ketahui bahwa tajuwid adalah suatu bahan yang sangat berguna bagi kita ketika membaca al-quran, apalagi yang berkenaan dengan bagaimana cara menyebut huruf  yang tepat atau dengan benar. Jadi untuk itu perlu kita pelajari dan kita ketahui bersama tempa-tempat keluarnya huruf dan sifat-sifatnya. Yang selaanjutnya dipakai sebagai bahan latihan secara individu dengan terus menerus, agar dapat tepat sesuai dengan kaidah kaidah pengucapan huruf yang benar.[1]
Ilmu  tajwid  adalah ilmu  yang mengajarkan cara bagaimana seharusnya  membunyikan atau membaca  ghuruf huruf hijaiyah ang baik  tajwid diadan sempurna .baik ketika sendirian maupun bertemu dengan huruf lain.  Tajwid  adalah membetulkan dan membaguskan bunyi bacaan al qur’an menurut aturan aturan hukumnya  yang tertentu. Aturan-aturan itu diantara lain yaitu mengenai:
1. Hukum bacaan (cara-cara membaca)
2. Makharijul huruf (tempat-tempat keluar huruf)
3. Shifatil huruf (sifat-sifat huruf )
4. Ahkamul huruf (hukum yang tertentu bagi tiap tiap huruf )
5. Mad (ukuran bagi panjang atau pendeknya sesuatu bacaan  )
6. Ahkamul waqauf (hukum hukum bagi penentuan berhenti  atau tersnya suatu bacaan)
Dari berbagai aturan-aturan yang telah disebutkan diatas maka pada kesempatan kali ini pemakala akan membahas mengenai Makharijul huruf (tempat-tempat keluar huruf).[2]
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian makhrijal huruf ?
2.      Dimana saja tempat keluar huruf ?
3.      Apa saja tanda baca ?
4.      Apa saja tanda wakaf ?
5.      Bagaimana dengan hokum bacaan ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Supaya kita menjadi lebih baik ketika membaca al-quran
2.      Supaya membaca al-quran dengan benar dan tepat
3.      Supaya kita membaca al-quran lebih bagus
4.      Supaya mengetahui makhrijal huruf[3]


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian makhrijal huruf
Makhorijul huruf adalah merupakan tempat keluarnya huruf dalam melafalkan huruf al-Qur’an. Pengertian makhraj dari segi bahasa adalah tempat keluar. Sedangkan dari segi istilah makhraj diartikan tempat keluarnya huruf. Mengetahui tempat keluarnya huruf-huruf hijaiyyah adalah sangat penting karena hal ini menjadi dasar dalam melafadzkan huruf hijaiyyah secara benar.[4]

B.     Tempat keluar huruf ( makhraj )
Yang dimaksud dengan makhraj adalah tempat asal keluarnya sebuah huruf dari huruf-huruf hujaiyah. Dimana dalam membaca al-Qur’an makhorijul Qur’an harus diketahui dan benar-benar dipahami dalam rangka untuk menciptakan bacaan al-Qur’an yang baik dan benar.[5]
makhrijul huruf adalah  menyebutkan atau membunyikan huruf huruf  yang ada dalam al qur’an .Yang mana banyak semuanya berjumlah 19 buah, terbagi kedalam 5 Mawadhi’.Maka yang dikatakan dengan Mawadhi ialah tempat letaknya makharaj-makharaj .
           
1.   Maudhi’ Jauf      (مو ضع ا جو ف )
Artinya tempat makhraj yang terletak di rongga mulut .jauf artinya rongga.Mengandung satu makhraj, yang dinamakan juga dengan Makhraj-Jauf.Makhraj al-jauf (rongga mulut ) adalah tempat keluarnya huruf mad  artinya huruf-huruf panjang. yang banyaknya adalah 3.
a.       Alif(  ا) mati  yang sebelumnya berbaris fatah
b.      Waw(  و )mati yang sebelumnya berbaris   di depan
Contoh :
قو موا         كو نوا          قا لو       تصو مو ن                                                           
c.       Yaa mati (ي) sebelumnya  berbaris dibawah (kasrah)[6]
Contoh :                     اَ لَّذ ِيْ             
2.      Maudhi’ Halq          (مو ضع ا لحلق )
Artinya tempat makhraj yang terletak di rekungan. halq artinya rekungan. Huruf hurufnya yaitu  :
خ  غ ح ع ه ء                                   
Maudi’halq mengandung tiga makhraj, yang dinamakan dengan:
a.    Aqshal-Halq  artinya pangkal rengkungan
Makhraj aqshal halq (pangkal rekungan ) adalah tepat keluarnya           2  macam huruf  yaitu Hamzah  dan Ha  besar
Misalnya :
ا نهم    ا كلها   هدا                                  
b.    Washthal-Halq artinya pertengahan rengkungan adalah tempat keluarnya dua macam huruf pula  yaitu “Ain dan Ha 
Misalnya :
 عنهم               محيطا   محشر                   
           عَلَقٍ              عَلَّمَ                يَعْلَم
c.    Adnal-Halq artinya ujung Rekungan. Adalah tempat keluarnya dua macam huruf juga  yaitu ghain dan kha
Misalnya:
                               غير هم    من غل    ا خبا ر      خَلَقَ           [7]
          3.      Maudhi’ lisan ( مو ضع اللسا ن )
Artinya tempat makhraj yang terletak di lidah lisan artinya lidah. Mengandung 10 MAKHRAJ, yang dinamakan dengan:
a.    Pangkal lidah dengan langit-langit adalah tempat keluarnya satu huruf  yaitu Qaf                  (ق)    
Misal:
قا تل        مقربو ن         متقين  
ا قر         خلق                   
b.    Dimuka pangal lidah dengan langit-langit sedikit adalah tempat       keluarnya satu huruf yaitu Kaf (ك)
              Misal :
        ر بك               الا كر م      
ايا ك        لكم         ا كبر          
c.       Ditengah lidah dengan lngit-langit adalah keluar dari pada tiga huruf yaitu:   Jim, Syim, dan Yaa
Misal :
                          ج       :       جها  ر            جاهد
                                ش   :     من الشيطان        شقا وة 
                               ي             :      ا يا ي     يايه               
d.      Tepi lidah dengan geraham kiri atau kanan adalah keluar dari padanya satu huruf yaitu:   Dhad      (ض)
Misal :
ضرا ر                             
e.    Kepala lidah adalah keluar daripadanya satu huruf yaitu Lam (.ل.)
Misal:                                                 
لاا له الاالله                              
f.  Dimuka kepala lidah sedikit .Keluar daripadanya satu huruf yaitu        Nun (ن)
Misal  :
ا نا        منهم                                       
g.    Didekat makhraj (Nun) adalah keluar daripadanya satu huruf    yaitu: RA (ر.)
Misal:
ر جا ل              
h.      Ujung lidah dengan urat gigi yang diatas adalah keluar daripada tiga huruf Ta, Dal dan Tha
Misal :
ت :  تكو   ن   متقو ن
                      ر شد ا             :    د  
ط:    طا لوت   طو  ب
i.      Ujung lidah dengan papan rat gigi yang diatas adalah keluar daripadanya tiga huruf Zai, Sin, dan Shad
Contoh :                                       
                  ز بو را     ر زا        :   ز
                                   با سم  سو ا ه   اسحق   :      س   
صر اط   صو را                         : ص                     
j.      Ujung lidah dengan ujung gigi yang diatas adalah keluar dari tiga huruf yaitu: Tsa, Dzal dan Zha
Contoh :
         ثل ثة       ثقيلة
   ذ ليل        ذ را ع    
   ظا لمون       الا ظله                  [8]
4.      Maudhi ’Syafatain ( مو ضع الشفتين )
Artinya tempat makhraj ag terletak di dua bibir  syafatain artinya dua bibir. Mengandung 4 (empat) makhraj yang dinamakan dengan:
a.       Dua perut lidah sebelah keluar
Keluar dari padanya satu huruf, yaitu : Mim (    م)
contohnya:
مما ملكت       من مثله 
عَلَّمَ  بِا لْقَلَمْ
مَا لَمْ  يَعْلَمْ
b.     Dua perut  bibir sebelah kedalam, keluar dari padanya satu (1) huruf yaitu Ba (ب)
contohnya :
رَ بِّكَ           
        با ب        ا بو ا ب
c.       Perut bibir yang dibawah dengan ujung gigi yang diatas  .keluar padanya satu  huruf yaitu fa (ف)
contohnya :
            فَاا فْعَلُوْا                            كَا ِفرُ وْ ن                        فتر ضى
            فاا فعلوا     كفا ية                    
d.      Antara dua  bibir . keluar padanya satu huruf  yaitu  Waw (و) , yang tidak huruf  mad
Contohnya :
          وَوَا عَدْ نَا     وَ رَ بُّكَ               و و فيت 
           ووا عد نا         لو ا م           [9]
5.       Maudhi’ Khaisyum ( مو ضع ا لخيشو م )
 makhraj yang terletak dipangkal hidung khaisum artinya pangkal hidung. Keluar dari padanya  segala bunyi  dengung (ghunnah)
Misalnya pada waktu huruf nun dan mim ketika bertasydid  atau ketika ikhfa  .Al Khaisyum ( pangkal hidung ) yang sebenarnya bukanlah tempat keluar  huruf ,hanya karena dengung itu ada  hubungannnya dengan huruf .maka ia disebut juga makhraj . hars diketahui bahwa  yang sesungguhnya semua huruf  tidak boleh dikeluarkan melalui hidung .
Contohnya : 
اَ مَّا   لَمَّا   اَ نَّا
مِنْ بَيْنَهُمْ
اُ مْ بِئُهُمْ                   [10]
C.    Tanda Baca

Harakat digunakan untuk mempermudah cara melapazkan huruf dalam tiap ayat Al Quran bagi seseorang yang baru belajar dan memahami atau mengenal tanda baca dalam membaca dan melapazkan alquran.
 Macam-macam tanda baca lainnya atau macam harakat, diantaranya adalah :
1.      Fathah
Fathah (فتحة) adalah harakat yang berbentuk seperti garis horizontal kecil atau tanda petik ( ٰ ) yang berada di atas suatu huruf Arab yang melambangkan fonem (a). Secara harfiah, fathah itu sendiri berarti membuka, layaknya membuka mulut saat mengucapkan fonem (a). Ketika suatu huruf diberi harakat fathah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-a), contonya huruf lam (ل ) diberi harakat fathah menjadi “la” (لَ ). Cara melafazkannya ujung lidah menempel pada dinding mulut. [11]
2.      . Alif Khanjariah
Tanda huruf ALif Khanjariah sama halnya dengan Fathah, yang juga ditulis layaknya garis vertikal seperti huruf alif kecil ( ٰ ) yang diletakkan diatas atau disamping kiri suatu huruf Arab, yang disebut dengan mad fathah atau alif khanjariah yang melambangkan fonem (a) yang dibaca agak panjang. Sebuah huruf berharakat fathah jika diikuti oleh Alif (ا) juga melambangkan fonem (-a) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata “laa” (لاَ) dibaca dua harakat.[12]
3.      Kasrah
Kasrah (كسرة) adalah harakat yang membentuk layaknya garis horizontal kecil ( ِ ) tanda baca yang diletakkan di bawah suatu huruf arab, harakat kasrah melambangkan fonem (i). Secara harfiah, kasrah bermakna melanggar. Ketika suatu huruf diberi harakat kasrah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-i), contonya huruf lam (ل) diberi harakat kasrah menjadi (li) (لِ).
Sebuah huruf yang berharakat kasrah jika bertemu dengan huruf “ya” (ي ) maka akan melambangkan fonem (-i) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata ” lii ” ( لي) dibaca 2 harakat.[13]
4.      Dammah
Dammah (ضمة) adalah harakat yang berbentuk layaknya huruf ” waw “( wau) (و) kecil yang diletakkan di atas suatu huruf arab ( ُ ), harakat dammah melambangkan fonem (u). Ketika suatu huruf diberi harakat dammah, maka huruf tersebut akan berbunyi (-u), contonya huruf ” lam ” (ل) diberi harakat dammah menjadi (lu) (لُ).
Sebuah huruf yang berharakat dammah jika bertemu dengan huruf  “waw” (و ) maka akan melambangkan fonem (-u) yang dibaca panjang. Contohnya pada kata (luu) (لـُو).[14]
5.      Sukun ( hara’kat )
Sukun (سکون) adalah harakat yang berbentuk bulat layaknya huruf  “ha” (ه) yang ditulis di atas suatu huruf Arab. Tanda bacanya bila ditulis seperti huruf (o) kecil yang bentuknya agak sedikit pipih. Harakat sukun melambangkan fonem konsonan atau huruf mati dari suatu huruf, misalkan pada kata “mad” (مـَدْ) yang terdiri dari huruf mim yang berharakat sehingga menghasilkan bunyi fathah (مَ) dibaca “ma”, dan diikuti dengan huruf “dal” (دْ) yang berharakat sukun yang menghasilkan konsonan atau bunyi (d) sehingga dibaca menjadi “mad” (مـَدْ).
Harakat sukun juga misa menghasilkan bunyi diftong, seperti (au) dan (ai), cotohnya pada kata (نـَوْمُ) yang berbunyi (naum)u)) yang berarti tidur, dan juga pada kata (لَـيْن) yang berbunyi (lain) yang berati lain atau berbeda.[15]
6.      Tasydid
Tasydid ( تشديد) atau yang disebut syaddah ( شدة) adalah harakat yang bentuk hurufnya (w) yang diberi atau seperti kepala dari huruf  “sin” (س) yang diletakkan di atas huruf arab (ّ ) yang letaknya diatas suatu huruf Arab. Harakat tasydid melambangkan penekanan pada suatu konsonan yang dituliskan dengan simbol konsonan ganda, sebagai contoh pada kata ( شـَـدَّةٌ) yang berbunyi (syaddah) yang terdiri dari huruf syin yang berharakat fathah (ش) yang kemudian dibaca (sya), diikuti dengan huruf  “dal “yang berharakat tasydid fathah ( دَّ) yang menghasilkan bunyi (dda), diikuti pula dengan ta marbuta ( ةٌ) di akhir kata yang menghasilkan bunyi (h), sehingga menjadi (syaddah).[16]
7.      Tanwin
Tanwin (bahasa Arab: التنوين, “at tanwiin”) adalah tanda baca (diakritik) harakat pada tulisan Arab untuk menyatakan bahwa huruf pada akhir kata tersebut diucapkan layaknya bertemu dengan huruf nun mati.[17]
8.      Wasal
 Wasal (bahasa Arab: وصلة, dibaca: washlat) adalah tanda baca atau diakritik yang dituliskan pada huruf Arab yang biasa dituliskan di atas huruf alif atau yang disebut juga dengan Alif wasal. Secara ilmu tajwid, wasal berarti meneruskan tanpa mewaqafkan atau menghentikan bacaan.
Harakat wasal selalu berada di permulaan kata dan tidak dilafazkan apabila berada di tengah-tengah kalimat, namun akan berbunyi layaknya huruf hamzah apabila dibaca di awal kalimat.
Contoh alif wasal:
                                                                                                i.      ٱهدنا ٱلصرط
“ihdinas shiraat”
Bacaan tersebut memiliki dua alif wasal, yang pertama pada lafaz “ihdinaa” dan “as shiraat” yang manakala kedua lafaz tersebut diwasalkan atau dirangkaikan dalam pembacaannya maka akan dibaca “ihdinas shiraat” dengan menghilangkan pembacaan alif wasal pada kata “as shiraat”.
Lihat contoh berikut dibawah ini :
                                                                                              ii.      نستعين ٱهدنا ٱلصرط
“nasta’iinuh dinas shiraat”
Bacaan di atas terdiri dari kata “nasta’iin”, “ihdinaa dan as shiraat”, dengan mewasalkan lafaz “ihdina” dengan lafaz sebelumnya, sehingga menghasilkan lafaz “nasta’iinuh dinaa”, dengan mewasalkan lafaz “as shiraat” dengan lafaz sebelumnya, maka akan menghasilkan lafaz “nasta’iinuh dinas shiraat”.
Alif wasal lebih sering dijumpai bersamaan dengan huruf lam atau yang disebut juga dengan alif lam makrifah pada lafaz dalam bahasa Arab yang mengacu kepada kata yang bersifat isim atau nama.
Contoh alif wasal dalam alif lam makrifah:
                                                                                            iii.      ٱلصرط
“as shiraat”
ٱلبقرة
“al baqarah”
ٱلإنسان
“al insaan”            [18]
                                                                                            iv.       
9.      Waqaf
Waqaf dari sudut bahasa artinya berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan. Waqaf dibagi menjadi 4 jenis, diantaranya :
ﺗﺂﻡّ (taamm) – waqaf sempurna – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan yang dibaca secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, dan tidak mempengaruhi arti dan makna dari bacaan karena tidak memiliki kaitan dengan bacaan atau ayat yang sebelumnya maupun yang sesudahnya.
ﻛﺎﻒ (kaaf) – waqaf memadai – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan pada suatu bacaan secara sempurna, tidak memutuskan di tengah-tengah ayat atau bacaan, namun ayat tersebut masih berkaitan makna dan arti dari ayat sesudahnya.
ﺣﺴﻦ (Hasan) – waqaf baik – yaitu mewaqafkan bacaan atau ayat tanpa mempengaruhi makna atau arti, namun bacaan tersebut masih berkaitan dengan bacaan sesudahnya.
ﻗﺒﻴﺢ (Qabiih) – waqaf buruk – yaitu mewaqafkan atau memberhentikan bacaan secara tidak sempurna atau memberhentikan bacaan di tengah-tengah ayat, wakaf ini harus dihindari karena bacaan yang diwaqafkan masih berkaitan lafaz dan maknanya dengan bacaan yang lain.[19]

D.    Tanda Wakaf ( berhenti )
Waqaf artinya berhenti di suatu kata ketika membaca Al-Qur'an, baik di akhir ayat maupun ditengah ayat yang disertai nafas. Sedangkan berhenti dengan tanpa nafas disebut saktah.
Berhenti ketika melakukan tilawah Al-Qur'an memerlukan pengetahuan yang khusus, agar tilawah terdengar bagus.  Ali bin Abu Thalib ra. menafsirkan kata-kata At-Tartil dalam surat Al Muzzammil ayat 4 dengan :  أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا 
"Membaguskannya dan mengetahui tempat-tempat perberhentian yang tepat."
Untuk mengetahui tempat-tempat berhenti yang tepat diperlukan pemahaman terhadap ayat-ayat yang dibaca, sehingga setiap pemberhentian memberi kesan arti yang sempurna. Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah memahami Al-Qur'an dengan baik, maka dirinya dapat menentukan pemberhentian yang tepat walaupun tanpa terikat dengan tanda-tanda waqaf.[20]
1.      Tanda mim( مـ ) 
Tanda mim disebut juga dengan Waqaf Lazim. yaitu berhenti di akhir kalimat sempurna. Wakaf Lazim disebut juga Wakaf Taamm (sempurna) karena wakaf terjadi setelah kalimat sempurna dan tidak ada kaitan lagi dengan kalimat sesudahnya.
Contoh ; An-Naml: 36

 إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ الَّذِينَ يَسْمَعُونَ ۘ  وَالْمَوْتَىٰ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
" Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nya-lah mereka dikembalikan".[21]
2.      Tanda Laa ( ) bermaksud "Jangan berhenti!". 
Tanda ini muncul kadang-kala pada penghujung mahupun pertengahan ayat. Jika ia muncul di pertengahan ayat, maka tidak dibenarkan untuk berhenti dan jika berada di penghujung ayat, pembaca tersebut boleh berhenti atau tidak. 
Contoh : An-Naml: 63

 الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ 

"(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun´alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".[22]
3.      Tanda sad-lam-ya‘ ( ﺻﻠﮯ )
Tanda sad-lam-ya‘ merupakan singkatan dari "Al-wasl Awlaa" yang bermakna "wasal atau meneruskan bacaan adalah lebih baik", maka dari itu meneruskan bacaan tanpa mewaqafkannya adalah lebih baik. 
Contoh:An-Naml: 17

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ        
"Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu."[23]
4.      Tanda jim ( ) 
Tanda jim adalah Waqaf Jaiz. Lebih baik berhenti seketika di sini walaupun diperbolehkan juga untuk tidak berhenti. 
Contoh: Al-Anfal: 13


 ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ شَاقُّوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ وَمَنْ يُشَاقِقِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya."[24]
5.      Tanda Waqaf Aula (قل )
Tanda waqaf  Aula  yaitu anda waqaf yang menunjukkan lebih bagus berhenti walaupun nafas masih kuat.
Contoh : Fussilat : 45


 وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ فَاخْتُلِفَ فِيهِ ۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۚ وَإِنَّهُمْ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مُرِيبٍ

"Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Taurat lalu diperselisihkan tentang Taurat itu. Kalau tidak ada keputusan yang telah terdahulu dari Rabb-mu, tentulah orang-orang kafir itu sudah dibinasakan. Dan Sesungguhnya mereka terhadap Al Quran benar-benar dalam keragu-raguan yang membingungkan."[25]
6.      tanda bertitik tiga (.'.    .'.~Mu'anaqah) 
bertitik tiga yang disebut sebagai Waqaf Muraqabah atau Waqaf Ta'anuq (Terikat). Waqaf ini akan muncul sebanyak dua kali di mana-mana saja dan cara membacanya adalah harus berhenti di salah satu tanda tersebut. Jika sudah berhenti pada tanda pertama, tidak perlu berhenti pada tanda kedua dan sebaliknya.
Contoh Al-Baqorah: 2

                                           ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ      [26]
7.      . Tanda tho ( )
Tanda tho adalah tanda Waqaf Mutlaq yaitu boleh berhenti dan boleh terus, tapi lebih baik berhenti.  Contoh :
            [27]          Å7Î=»tB ÏQöqtƒ ÉúïÏe$!$# ÇÍÈ
8.      Tanda wakaf mustahab (قف)
Tanda wakaf mustahab berhenti lebih utama, tapi terus/washol juga boleh.  [28]
9.      Tanda Waqaf Mujawwaz (ز )
Tanda wakaf mujawwaz yaitu  tanda boleh berhenti, namun meneruskan bacaan adalah lebih utama.[29]
10.  Tanda sad ( )
disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti namun diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad.[30]
11.  Tanda qaf ( )
merupakan singkatan dari "Qeela alayhil waqf" yang bermakna "telah dinyatakan boleh berhenti pada wakaf sebelumnya", maka dari itu lebih baik meneruskan bacaan walaupun boleh diwaqafkan.[31]
12.  Tanda sin ( س ) atau tanda Saktah ( ﺳﮑﺘﻪ )
menandakan berhenti seketika tanpa mengambil napas. Dengan kata lain, pembaca haruslah berhenti seketika tanpa mengambil napas baru untuk meneruskan bacaan. [32]
13.  Tanda sad ( ) 
disebut juga dengan Waqaf Murakhkhas, menunjukkan bahwa lebih baik untuk tidak berhenti namun diperbolehkan berhenti saat darurat tanpa mengubah makna. Perbedaan antara hukum tanda zha dan sad adalah pada fungsinya, dalam kata lain lebih diperbolehkan berhenti pada waqaf sad.[33]
E.     Hukum Bacaan
1.      Hukum Bacaan Nun Mati/ Tanwin

Nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ) jika bertemu dengan huruf-huruf hijaiyyah,hukum bacaannya ada 5 macam, yaitu:

a)      Izhar  (إظهار)
Izhar artinya jelas atau terang. Apabila ada nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ)bertemu dengan salah satu huruf halqi (ا ح خ ع غ ه ), maka dibacanya jelas/terang.[34]
b)      Idgham  (إدغام)
Idgham Bighunnah (dilebur dengan disertai dengung)
Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ) kedalam huruf sesudahnya dengan disertai (ber)dengung, jika bertemu dengan salah satu huruf yang empat, yaitu: ن م و يIdgham Bilaghunnah (dilebur tanpa dengung)
Yaitu memasukkan/meleburkan huruf nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ) kedalam huruf sesudahnya tanpa disertai dengung, jika bertemu dengan huruf lam atau ra (ر، ل)
c)      Iqlab  (إقلاب)

Iqlab artinya menukar atau mengganti. Apabila ada nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ / نْ) bertemu dengan huruf ba (ب), maka cara membacanya dengan menyuarakan /merubah bunyi نْ menjadi suara mim (مْ), dengan merapatkan dua bibir serta mendengung.

d)     Ikhfa  (إخفاء)

Ikhfa artinya menyamarkan atau tidak jelas. Apabila ada nun mati atau tanwin (ـًـٍـٌ /نْ) bertemu dengan salah satu huruf ikhfa yang 15 (ت ث ج د ذ س ش ص ض ط ظ ف ق ك ), maka dibacanya samar-samar, antara jelas dan tidak (antara izhar dan idgham) dengan mendengung.[35]

2.      Hukum Bacaan Mim Mati
Mim mati (مْ) bila bertemu dengan huruf hijaiyyah, hukumnya ada tiga, yaitu:ikhfa syafawi, idgham mim, dan izhar syafawi.
a.       Ikhfa Syafawi  (إخفاء سفوى)
Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan ba (ب), maka cara membacanya harus dibunyikan samar-samar di bibir dan didengungkan.

b.      Idgham Mimi  ( إدغام ميمى)
Apabila mim mati (مْ) bertemu dengan mim (مْ), maka cara membacanya adalah seperti menyuarakan mim rangkap atau ditasyidkan dan wajib dibaca dengung.Idgham mimi disebut juga idgham mislain atau mutamasilain.
c.       Izhar Syafawi  (إظهار سفوى)
Apabila mim mati  (مْ)  bertemu dengan salah satu huruf hijaiyyah selain huruf mim (مْ) dan ba (ب), maka cara membacanya dengan jelas di bibir dan mulut tertutup[36]
3. Pengertian Qalqalah
Menurut bahasa qalqalah artinya gerak, sedangkan menurut istilah qalqalah adalah bunyi huruf yang memantul bila ia mati atau dimatikan, atau suara membalik dengan bunyi rangkap. Adapun huruf qalqalah terdiri atas lima huruf, yaitu : ق , ط , ب , ج , د agar mudah dihafal dirangkai menjadi قُطْبُ جَدٍ [37]
Macam-macam Qalqalah
a. Qalqalah kubra (besar) yaitu Huruf Qalqalah yang berbaris hidup, dimatikan karena waqaf. inilah Qalqalah yang paling utama, cara membacanya dikeraskan qalqalahnya.
Contoh : مَا خَلَقَ . أُوْلُوا اْلأَلْبَابِ . زَوْجٍ بَهِيْجٍ .
b. Qalqalah Sugra (kecil) yaitu Huruf Qalqalah yang berbaris mati, tetapi tidak waqaf padanya,caranya membacanya kurang dikeraskan Qalqalahnya.
Contoh :   يَقْطَعُوْنَ     إِلاَّ إِبْلِيْسَ    وَمَا أَدْرَاكَ    [38]
3.      Hukum membaca Ra

hukum bacaan Ra terbagi menjadi tiga,yaitu:
a. Ra dibaca Tafkhim artinya tebal, apabila keadaannya sbb:
1. Ra berharkat fathahاَلرَّسُوْلَ
2. Ra berharkat dhummahرُحَمَاءِ
3. Ra diwakafkan sebelumnya huruf yang berharkat fathah atau Dhummahيَنْصُرُ- َاْلاَبْتَرُ
4. Ra sukun sebelumnya huruf yang berbaris fathah atau dhummahتُرْجَعُوْنَ- يَرْحَمٌ
5. Ra sukun karena wakaf sebelumnya terdapat alif atau wau yang matiاَلْغَفُوْرُ-اَلْجَبَّارُ
6. Bila ra terletak sesudah Hamzah Washalاُرْكُضْ- اِرْحَمْنَا
Catatan:Hamzah Washal adalah Hamzah yang apabila terletak dia diawal dibaca, tetapi kalau ada yang mendahuluinya dia tidak dibaca [39]

b. Ra dibaca tarqiq (tipis) apabila keadaannya sebagai berikut:
Ra dibaca Tarkik bila:
1.Ra berharkat kasrah  رِحْلَةَ الشّتَاءِ _ تَجْرِيْ
2. Ra sukun sebelumnya huruf berharkat kasrah dan sesudahnya bukanlah huruf Ist’la’فِرْعَوْنَ – مِرْيَةٌ
3. Ra sukun sebelumnya huruf yan berharkat kasrah dan sesudahnya huruf Ist’la’ dalam kata yang terpisah.  فَصْبِرْصَبْرًا
4. Ra sukun karena wakaf, sebelumnya huruf berharkat kasrah atau ya sukun.
جَمِيْعٌ مُنْتَصِرٌ – يَوْمَئِذِ لَخَبِيْرٌ
5. Ra sukun karena wakaf sebelumnya bukan huruf huruf Isti’la’dan sebelumnya didahului oleh huruf yang berbaris kasrah.ذِيْ الذِّكْر
Catata:huruf Isti’lak ialah melafalkan huruf dengan mengangkat pangkal lidah kelangit-langit yang mengakibatkan hurfnya besar ق ص ض ظ ط غ خ    [40]
d.      Ra boleh dibaca tafkhim atau tarqiq:

Ra dibaca tarkik dan tafkhim bila:
1. Ra sukun sebelumnya berharkat kasrah dan sesudahnya huruf Isti’la’ berharkat kasrah atau Kasratain.مِنْ عِرْضِهِ – بِحِرْص
2. Ra sukun karena wakaf, sebelumnya huruf Isti’la’ yang berbaris mati, yang diawali dengan huruf yang berharkat kasrah.الْقِطْرِ – مِصْرِ  [41]
5. Hukum Bacaan Maad
Arti dari mad adalah memanjangkan suara suatu bacaan. Huruf mad ada tiga yaitu : ا  و ي
Jenis mad terbagi 2 macam, yaitu :
1. Mad Ashli / mad thobi’i
Mad Ashli / mad thobi’I terjadi apabila :
– huruf berbaris fathah bertemu dengan alif
– huruf berbaris kasroh bertemu dengan ya mati
– huruf berbaris dhommah bertemu dengan wawu mati
Panjangnya adalah 1 alif atau dua harokat.
contoh :
      [42]
2. Mad far’i
Adapun jenis mad far’i ini terdiri dari 13 macam, yaitu :
1) Mad Wajib Muttashil
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam satu kata. Panjangnya adalah 5 harokat atau 2,5 alif. (harokat = ketukan/panjang setiap suara)
Contoh :
   [43]
2) Mad Jaiz Munfashil
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan hamzah dalam kata yang berbeda.
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif).
Contoh :
     [44]

3) Mad Aridh Lisukuun
Yaitu setiap mad thobi’i bertemu dengan huruf hidup dalam satu kalimat dan dibaca waqof (berhenti).
Panjangnya adalah 2, 4, atau 6 harokat (1, 2, atau 3 alif).  Apabila tidak dibaca waqof, maka hukumnya kembali seperti mad thobi’i.
Contoh :
 


4) Mad Badal
Yaitu mad pengganti huruf hamzah di awal kata. Lambang mad madal ini biasanya berupa tanda baris atau kasroh tegak .
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif)
Contoh :
[45]
5) Mad ‘Iwad
Yaitu mad yang terjai apabila pada akhir kalimat terdapat huruf yang berbaris fathatain dan dibaca waqof.
Panjangnya 2 harokat (1 alif).
Contoh :
  [46]
6) Mad Lazim Mutsaqqol Kalimi
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf yang bertasydid.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :
[47]
7) Mad Lazim Mukhoffaf Kalimi
Yaitu bila mad thobi’i bertemu dengan huruf sukun atau mati.
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif).
Contoh :
[48]

8) Mad Lazim Harfi Musyba’
Mad ini terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada delapan, yaitu :
Panjangnya adalah 6 harokat (3 alif)
Contoh :
[50]
9) Mad Lazim Mukhoffaf harfi
Mad ini juga terjadi hanya pada awal surat dalam al-qur’an. Huruf mad ini ada lima, yaitu :
[51]
Panjangnya adalah 2 harokat.
Contoh :
[52]

10) Mad Layyin
Mad ini terjadi bila :
huruf berbaris fathah bertemu wawu mati atau ya mati, kemudian terdapat huruf lain yg juga mempunyai baris.
Mad ini terjadi di akhir kalimat kalimat yang dibaca waqof (berhenti).
Panjang mad ini adalah 2 – 6 harokat ( 1 – 3 alif).
Contoh :
[53]
11) Mad Shilah
Mad ini terjadi pada huruh “ha” di akhir kata yang merupakan dhomir muzdakkar mufrod lilghoib (kata ganti orang ke-3 laki-laki).
Syarat yang harus ada dalam mad ini adalah bahwa huruf sebelum dan sesudah “ha” dhomir harus berbaris hidup dan bukan mati/sukun.
Mad shilah terbagi 2, yaitu :
a)      Mad Shilah Qashiroh
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf selain hamzah. Dan biasanya mad ini dilambangkan dengan baris fathah tegak, kasroh tegak, atau dhommah terbalik pada huruf “ha” dhomir.
Panjangnya adalah 2 harokat (1 alif).
Contoh :
[54]

b) Mad Shilah Thowilah
Terjadi bila setelah “ha” dhomir terdapat huruf hamzah.
Panjangnya adalah 2-5 harokat (1 – 2,5  alif).
Contoh :
[55]

12) Mad Farqu
Terjadi bila mad badal bertemu dengan huruf yang bertasydid dan untuk membedakan antara kalimat istifham (pertanyaan) dengan sebuutan/berita.
Panjangnya 6 harokat.
Contoh :
[56]
13) Mad Tamkin
Terjadi bila 2 buah huruf ya bertemu dalam satu kalimat, di mana ya pertama berbaris kasroh dan bertasydid dan ya kedua berbaris sukun/mati.
Panjangnya 2 – 6 harokat (1 – 3 alif).
Contoh :
[57]
6.      HUKUM BACAAN ALIF LAM
Dalam ilmu tajwid dikenal hukum bacaan alif lam ( ال ). Hukum bacaan alim lam  ( ال) menyatakan bahwa apabila huruf alim lam ( ال ) bertemu dengan huruf-huruf hijaiyah, maka cara membaca huruf alif lam ( ال ) tersebut terbagi atas dua macam, yaitu alif lam ( ال ) syamsiyah dan alif lam ( ال ) qamariyah[58]
1.      Pengertian hukum bacaan “Al” Syamsiyah.
“Al” Syamsiyah adalah “Al” atau alif lam mati yang bertemu dengan salah satu huruf syamsiyah dan dibacanya lebur/idghom (bunyi “al’ tidak dibaca).
Huruf-huruf tersebut adalah     ت ث د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ل ن [59]
Ciri-ciri hukum bacaan “Al” Syamsiyah:
a. Dibacanya dileburkan/idghom
b. Ada tanda tasydid/syiddah ( ) di atas huruf yang terletak setelah alif lam mati => الـــّ
Contoh:
وَالشَّمْسِ     يَوْمُ الدِّيْنِ     وَالضُّحَى    [60]
2.      Pengertian hukum bacaan “Al” Qamariyah
“Al” Qamariyah adalah “Al” atau alif I lam mati yang bertemu dengan salah satu huruf qamariyah dan dibacanya jelas/izhar.
Huruf-huruf tersebut adalah :    ا ب ج ح خ ع غ ف ق ك م و ه [61]
Ciri-ciri hukum bacaan “Al” Qamariyah:
a. Dibacanya jelas/izhar
b. Ada tanda sukun ( ْ ) di atas huruf alif lam mati => الْ
Contoh:
اَلْهَادِى     وَالْحَمْدُ     بِاْلإِيْمَانِ    [62]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesumpulan
Ilmu  tajwid  adalah ilmu  yang mengajarkan cara bagaimana seharusnya  membunyikan atau membaca  ghuruf huruf hijaiyah ang baik  tajwid diadan sempurna .baik ketika sendirian maupun bertemu dengan huruf lain. Makhorijul huruf adalah merupakan tempat keluarnya huruf dalam melafalkan huruf al-Qur’an.
Harakat digunakan untuk mempermudah cara melapazkan huruf dalam tiap ayat Al Quran bagi seseorang yang baru belajar dan memahami atau mengenal tanda baca dalam membaca dan melapazkan alquran.
artinya berhenti di suatu kata ketika membaca Al-Qur'an, baik di akhir ayat maupun ditengah ayat yang disertai nafas. Sedangkan berhenti dengan tanpa nafas disebut saktah.

B.     Saran
Sebagai hamba allah swt, kita harus patuh dan taat terhadap perintahnya, memohon lindungan dan rahmat darinya. Kita diberi pedoman oleh allah untuk hidup dengan baik di dunia yaitunya alquran dan hadist. Dalam membaca alquran kita perlu mengetahui bagaimana cara membaca dan mengamalkan alquran dengan baik, makanya kami mmberikan sedikit gambarannya/pelajaran yaitu tentang tempat keluar huruf, tanda baca,tanda wakaf dan hokum tajwid, semoga bermanfaat bagi teman-teman sekalian dan tolong dipelajari katna ini sangat penting bagi kita semua, terutama umat muslim yang berpegang teguh pada alquran.




DAFTAR PUSTAKA
Drs.H. Bambang Imam Supeno SH. MSc,2004. Pelajaran Tajwid, penerbit Insan Amanah,Bandung.
Soenarto,Ahmad,1988. Pelajaran tajwid lengkap dan praktis. Penerbit Bintang Terang, Jakarta.
Abdullah, 1987. Pelajaran Tajwid. Penerbit “Apollo Lestari”, Surabaya.
A.Munir dkk,1994. Ilmu Tajwid Dan Seni Baca Al Qur’an . Penerbit Rineka Cipta,Surabaya.
Ismail.Tekan , 2006. Tajwid Al Qur’anul Karim , Penerbit PT Pustaka Al Husna Baru, Jakarta.
Ali ustman al-qirtosi, 2011. dasar-dasar ilmu tajwid waqof-ibtida’, Pamekasan biro taman pendidikan alquran pp. Miftahul Ulum Bettet.
Drs. H. A. Nawawi Ali,2002. Pedoman membaca alquran. Penerbit Mutiara Sumber Widya, Jakarta
dhezun-notes.blogspot.com

http://amses.blogspot.co.id/2012/02/hukum-hukum-bacaan-ilmu-tajwid.html


[2]ibid
[3] Ibid
[4] Drs.H. Bambang Imam Supeno SH. MSc,2004. Pelajaran Tajwid, penerbit Insan Amanah,Bandung h. 10
[5] Soenarto,Ahmad,1988. Pelajaran tajwid lengkap dan praktis. Penerbit Bintang Terang, Jakarta, h. 77
[6] Ibid h. 78
[7] Abdullah, 1987. Pelajaran Tajwid. Penerbit “Apollo Lestari”, Surabaya, h. 47
[8] Op.cit, h. 79
[9] Abdullah,loc.cit, h. 47
[10] Ibid, h. 49
[12]  Ibid
[13]  Ibid
[14]  Ibid
[15]  Ibid
[16]  Ibid
[17]  Ibid
[18]  Ibid
[19]  Ibid
[20]  A.Munir dkk,1994. Ilmu Tajwid Dan Seni Baca Al Qur’an . Penerbit Rineka Cipta,Surabaya. hal 84.

[21]  Ibid, h. 85
[22]  Ibid, h. 86
[23]  Ismail.Tekan , 2006. Tajwid Al Qur’anul Karim , Penerbit PT Pustaka Al Husna Baru, Jakarta, h .21

[24] Ali ustman al-qirtosi, 2011. dasar-dasar ilmu tajwid waqof-ibtida’, Pamekasan biro taman pendidikan alquran pp. Miftahul Ulum Bettet, h. 41
[25]  Loc.cit, h.21
[26]  Ibid, h.23
[27]  Soenarto.Ahmad,1988. Pelajaran tajwid praktis dan lengkap. Penerbit bintang terang, Jakarta,h. 69
[28] Ibid, h. 70
[29] Ibid
[30] Ibid
[31] Ibid, h.71
[32]  Ibid, h.72
[33]  Ibid
[35]  Ibid
[36]  dhezun-notes.blogspot.com
[37]  Drs. H. A. Nawawi Ali,2002. Pedoman membaca alquran. Penerbit Mutiara Sumber Widya, Jakarta, h. 44
[38] Loc.cit
[39]  Op.cit, h. 45
[40]  Ibid, h. 46
[41]  Ibid
[42] Ustaz Ismail Tekan ,2006. Tajwid Al Qur’anul Karim. Penerbit :PT Pustaka Al Husna Baru, Jakarta, h. 77
[43]  Ibid
[44]  Ibid
[45]  Ibid, h.78
[46]  Ibid, h.78
[47]  Ibid, h.78
[48]  Ibid, h. 79
[49]  Ibid, h. 79
[50]  Ibid, h. 79
[51]  Ibid, h. 79
[52]  Ibid, h. 79
[53]  Ibid, h. 79
[55]  Ibid
[56]  Ibid
[57] Ibid
[58] Ustadz Ismail Tekan, op.cit,h. 85
[59] Ibid, h. 86
[60] Ibid, h. 86
[61] Ibid, h. 87
[62] Ibid, h. 87