Hak Asasi Manusia, Konsep Demokrasi Konstitusional dan Penegakan Hukum


HAK ASASI MANUSIA, KONSEP DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DAN PENEGAKAN HUKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PKN

Dosen Pengampu: Mufarizuddin, M.Pd.



A.    Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia(HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma,  yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia", dan yang "melekat pada semua manusia"  terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnyaIni berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang HAM membutuhkan empati dan aturan hokum dan memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. Mereka tidak harus diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara melanggar hukum , penyiksaan, dan eksekusI
Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional, lembaga-lembaga global dan regional. Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non-pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan bahwa "jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum, itu merujuk ke hak asasi manusia." Klaim yang kuat yang dibuat oleh doktrin hak asasi manusia terus memprovokasi skeptisisme yang cukup besar dan perdebatan tentang isi, sifat dan pembenaran hak asasi manusia sampai hari ini. Arti yang tepat dari hak asasi memicu kontroversial dan merupakan subyek perdebatan filosofis yang berkelanjutan; sementara ada konsensus bahwa hak asasi manusia meliputi berbagai hak  seperti hak untuk mendapatkan pengadilan yang adil, perlindungan terhadap perbudakan, larangan genosida, kebebasan berbicara, atau hak atas pendidikan, ada ketidaksetujuan tentang mana yang hak tertentu harus dimasukkan dalam kerangka umum hak asasi manusia; beberapa pemikir menunjukkan bahwa hak asasi manusia harus menjadi persyaratan minimum untuk menghindari pelanggaran terburuk, sementara yang lain melihatnya sebagai standar yang lebih tinggi.
Banyak ide-ide dasar yang menggambarkan gerakan hak asasi manusia yang dikembangkan pada masa setelah perang dunia kedua dan kekejaman dari holocaust, berpuncak pada adopsi dari deklarasi universal hak asasi manusia di paris oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Masyarakat kuno tidak memiliki konsepsi modern yang sama dari hak asasi manusia universal. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami yang muncul sebagai bagian dari tradisi hukum alam abad pertengahan yang menjadi menonjol selama abad pencerahan dengan filsuf seperti john lockefrancis hutsheson, dan jean jaques dan yang menonjol dalam wacana politik revolusi amerikA dan revolusi prancis . Dari dasar ini, argumen hak asasi manusia modern muncul selama paruh kedua abad kedua puluh, mungkin sebagai reaksi terhadap perbudakan, penyiksaan, genosida, dan kejahatan perang, sebagai realisasi kerentanan manusia yang melekat dan sebagai prasyarat untuk kemungkinan menciptakan masyarakat yang adil.
Sedangkan pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia ...

B.     Konsep Demokrasi Konstitusional
Gagasan perihal konsep demokrasi konstitusional muncul sebagai bentuk perkembangan paradigma negara modern yang menjadikan konstitusi sebagai pengawal sistem demokrasi. Demokrasi menempatkan prinsip one man, one vote,one value yang pada akhirnya mengarahkan suatu keputusan dinilai secara kuantitatif dan menjadi lebih berpihak pada kehendak mayoritas.
Demokrasi yang ideal merupakan rasionalisasi dari perwujudan prinsip prinsip umum yangmencakup setiap kehendak umum seluruh masyarakat. Disinilah peranan konstitusi untuk memberikan jaminan atas perwujudan nilai-nilai tersebut dengan cara membatasi mekanisme demokrasi secara hukum guna melindungi hak-hak seluruh warga negaranya. Jimly Asshiddiqie berpendapat perihal demokra.si konstitusional (constitutional democracy ) merupakan suatu sistem dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi. Demokrasi konstitusional menempatkan bagaimana adanya suatu upaya dalam mewujudkan konsensus di antara kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi), sebagai suatu dua hal yang dianggap disharmoni namun melekat antara satu dan yang lain dalam pencapaian tujuan negara yang melindungi masyarakat plural (plural society). Bart Hassel dan Piotr Hofmanski sebagaimana dikutip oleh I Dewa Gede Atmadja merinci empat ciri khas yang menjadi dasar dari konsep demokrasi konstitusional sebagai berikut:
1. Undang-undang yang mempengaruhi kedudukan warga Negara dibentuk oleh parlemenyang dipilih secara demokratis
2. Mencegah perilaku sewenang-wenang dari pemerintah
3. Peradilan yang bebas dalam menerapkan hukum pidanadan menguji peraturan perundan-undangan dan tindakan pemerintah
4. Unsur material rule of law yakni perlindungan HAM terutama kebebasan berbicara,kebebasan pers dan kebebasan berserikat dan berkumpul
Definisi konstitusionalisme menurut Carl. J. Friedrich sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie adalah―an institutionalized system of effective, regularized restraints upon governmental action. Persoalan yang dianggap terpenting dalam setiap konstitusi adalah pengaturan mengenai pengawasan atau pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah. Paham konstitusionalisme menentukan adanya suatu sistem yang melembaga dan mampu membatasi tindakan-tindakan dari pemerintah secara efektif oleh hokum dalam hal ini melalui konstitusi
Lebih lanjut Carl. J. Friedrich memberikan dua pandangan konkret yang menjelaskan bagaimana pembatasan kekuasaan tersebut dapat dilakukan,yakni melalui pembagian kekuasaan (distribution of power) dan adanya konsensus atau kesepakatan umum di antara masyarakat. Perihal cara yang pertama, bahwa pembatasan kekuasaan negara di dalam paham konstitusionalisme merupakan kristalisasi dari konsep pemisahan kekuasaan. dimana Baron de Montesquieu memisahkan kekuasaan menjadi tiga (Trias Politica), yaitu:
a. kekuasaan legislatif (membentuk undang-undang);
b. kekuasaan eksekutif (menjalankan undang-undang);
c. kekuasaan yudisial (mengadili atas pelanggaran undang-undang)
Kemudian untuk faktor kedua perihal adanya konsensus dari masyarakat. bahwa terdapat tiga aspek yang menjamin tegaknya prinsip konstitusionalisme, yaitu :
a.       kesepakatan tentang tujuan dan penerimaan tentang falsafah negara;
b.      kesepakatan tentang negara hukum sebagai landasan penyelenggaraan pemerintahan;
c.       kesepakatan tentang bentuk-bentuk institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan tersebut.
Sebagaimana dipaparkan sebelumnya bahwa pelaksanaan demokrasi konstitusional erat berkaitan dengan harmonisasi demokrasi dan nomokrasi dalam penyelenggaraan suatu negara. Janedjri M. Gaffar mengklasifikasikan secara konkret tiga bentuk pelaksanaan demokrasi konstitusional. yaitu :
a.       adanya penataan hubungan antar lembaga negara; terkait dengan aspek pencapaian tujuan negara demokrasi dan hukum serta perihal pembatasan kekuasaan dengan menghindari adanya akumulasi kekuasaan yang dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan (melalui pemisahan kekuasaan dan check and balances).
b.      adanya proses legislasi; terkait dengan pembuatan hukum secara demokratis yang memperhatikan aspirasi masyarakat. serta perwujudan dari cita benegara, cita demokrasi, dan cita hukum dalam konstitusi.
c.       adanya judicial review; terkait dengan jaminan perwujudan demokrasi dan nomokrasi guna menegakkan supremasi konstitusi melalui pengujian konstitusionalitas suatu peraturan perundang-undangan.
Dari paparan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa demokrasi konstitusional menempatkan paham konstitusionalisme di dalam kerangka pembentuknya,dimana hak-hak warga negara hanya dapat dijamin apabila kekuasaan pemerintah dapat dibatasi secara hukum sehingga tidak dapat bertindak secara sewenang-wenang. Hukum yang dibuat, dalam arti undang-undang, wajib dibentuk oleh lembaga perwakilan yang dipilih secara demokratis oleh rakyat. Keberadaan konstitusi dan perundang-undangan menjadi esensial dalam rangka memberikan jaminan tersebut dan masyarakat dapat mempertahankan setiap hakhaknya. Penegakan akan supremasi konstitusi menjadi penting dan adanyasarana hukum untuk menguji perundangan-undangan terhadap undang-undang dasar merupakan langkah yuridis sebagai kesatuan dari proses legislasi yang demokratis.

C.    Penegakan Hukum
1.    Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan mempertahankan dan menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.
Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep tadi menjadi kenyataan.Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab.Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.       Ditinjau dari sudut subyeknya:
Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normative atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum.
Dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya.
b.      Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya:
Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis.

2.    Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide.Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum pidana menjadi 3 bagian yaitu:
a.       Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (subtantive law of crime). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturanaturan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasan-batasan. Misalnya dibutuhkan aduan terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini disebut sebagai area of no enforcement
b.      Full enforcement , setelah ruang lingkup penegakan hukum pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal.
c.       Actual enforcement, menurut Joseph Goldstein full enforcement ini dianggap not a realistic expectation,  sebab adanya keterbatasanketerbatasan dalam bentuk waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya, yangkesemuanya mengakibatkan keharusan dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut dengan actual enforcement.
Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:
a.       penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana.
b.      penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas.
c.       penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat. 

3.    Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah :
a.       Faktor Hukum
b.      Faktor Penegakan Hukum
c.       Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
d.      Faktor Masyarakat
e.       Faktor Kebudayaan


DAFTAR PUSTAKA

Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty
Janedjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional (Praktik Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan UUD NRI 1945). Jakarta, 2012.
Soerjono Soekanto. 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada
            Wikipedia. [Online]. Hak Asasi Manusia. Tersedia dalam : https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia#Referensi_2. [diakses tanggal 28 november tahun 2017].

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »